Glitter Words
Kamis, 08 Desember 2011

Pemerintah Enggan Tindak Pembantai Orang Utan



JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kabar terjadinya pembantaian orang utan (pongo pygmaeus) di Kalimantan terus mendapat sorotan. Pemerintah pun diminta segera menindak pelaku kekerasan dan pembunuhan terhadap binatang langka itu. Pasalnya, pelaku kekerasan terhadap hewan tidak pernah diseret ke pengadilan.

Diperkirakan orang utan yang terbunuh mencapai 2.400-12 ribu ekor. Angka tersebut didapat sejak 2004 hingga 2011. Padahal, populasi orang utan pada 2004 ada 50 ribu ekor. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah orang utan yang berhasil diselamatkan, karena kisaran hanya 1.200 ekor.

Centre for Orangutan Protection (COP) membeberkan bukti pembantaian orang utan Kalimantan di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara. Pembantaian itu terjadi dalam kurun waktu 2009-2010.

"Bukti pembantaian orang utan itu sudah ada di depan mata. Pada 3 November 2011, satu orang utan jantan dewasa ditemukan terluka di kawasan perkebunan milik PT. Khaleda Agroprima Malindo, anak perusahaan Metro Kajang Holdings (MKH) Berhad di Muara Kaman, Kutai Kartanegara," ungkap Orangutan Campaigner dari COP, Daniek Hendarto dalam rilisnya yang diterima wartawam, Rabu (16/11).

Orang utan tersebut, jelas dia, disiksa dan mengalami patah tulang sehingga tidak mampu bergerak lebih jauh. Bukti ini sebenarnya sudah cukup bagi Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk menyeret manajemen perkebunan itu ke penjara sesuai dengan UU Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Indikasi adanya kekuatan besar, diduga menjadi penyebab buntunya penyelidikan yang dilakukan pihak BKSDA Kaltim dan Polres Kutai Kartanegara untuk mengungkap dugaan pembantaian tersebut. Tidak ada alasan kasus ini tidak berjalan, karena kurangnya bukti dan saksi. "Orangutan yang terluka parah itu adalah bukti yang nyata di depan mata. BKSDA dan Polres dapat melakukan penyidikan terhadap manajemen PT. Khaleda," kata Daniek.

COP menyindir keseriusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk melindungi orang utan. Padahal, saat Konferensi United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) di Bali pada 10 November 2007 lalu, SBY menyatakan keseriusannya. Namun, kenyataannya tidak terbukti.

Pada 29 Oktober, Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Unversitas Mulawarman Samarinda berhasil merekonstruksi kerangka orangutan yang diserahkan masyarakat dari kawasan perkebunan PT. Khaleda. Bukti itu melengkapi foto-foto pembantaian orangutan yang disebarkan oleh mantan karyawan yang sakit hati terhadap perusahaan kelapa sawit asal Malaysia tersebut, sehingga tidak ada alasan penyidik menyatakan masih kurang bukti.(dbs/ans)

0 komentar:

Posting Komentar

Monggo Di Isi Commentnya.....>_<

 
;